Pro Ecclesia Et Patria

Bila hatimu terasa berat hadapilah dengan senyum. Bila bebanmu terasa berat hadapilah dengan senyum. Bila imanmu terasa goyah hadapilah dengan doa. Bila terangmu terasa redup panggilah nama Kristus.

Senin, 25 Mei 2020

Kisah Perawat yang Menjadi Survivor Covid-19

🔊 PLISSS, PATUHI PROTOKOL PEMERINTAH RI & KEMENTERIAN KESEHATAN RI.


                                           
                                             (Foto 1: Dokter RMO, Perawat, dan Ns.Teps)


BAB 1

Saya Nurse (Ners), sejak 2010 (lulus) telah terpanggil untuk membantu semampu saya dalam pelayanan kesehatan. Saat ini saya juga membantu dalam memutus mata rantai penularan covid -19 dengan dedikasi saya menjadi perawat.

Setia menjadi garda depan dan perjuangan menjadi pertahanan terakhir, membuat saya menjaga jarak hampir  3 bulan terhadap orang-orang yang paling saya sayangi dirumah yaitu 70th, mertua 65th,  suami 35th, anak 2th, ipar 25-32th. TIDAK MUDIK, MENERAPKAN SOCIAL DISTANCING, PERSONAL HYGINE.



BAB 2

Dan ini merupakan kisah saya selama hampir 3 bulan ini dalam pandemi covid-19. Untuk itu saya berterima kasih kepada saudara-saudari terkasih yang mendukung saya selama berperang melawan si koko rona yang kasat mata.

  1. Tuhan Yesus, Bunda Maria, Bapa Yosep
  2. Suami tercinta dr Parmadi, Ananda Brigitta Bellvania, Yangti, Ama Akong, Saudara kandung & saudara ipar, keluarga besar Purwodadi Grobogan, keluarga besar Jakarta, Solo, Sukoharjo Jogjakarta. 
  3. Bp.Uskup, Romo, Bruder, Frater, Suster di Indonesia maupun di Luar Negeri, termasuk umat di Paroki Hati Yesus Keluarga Kudus Purwodadi, Paroki Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda Daan Mogot Tangerang, Paroki Santa Maria Pelindung Diangkat Ke Surga Katedral Jakarta, Paroki St.Petrus & Paulus Mangga Besar Jakarta.
  4. Teman-teman sejawat medis di KJ: dokter, nurse, hca, radiografer, plebotomy,  dan teman-teman non medis KJ: para admin, FO, Cleaning Service, Team Keamanan, dll, Organisasi PPNI dan kenalan sejawat di tempat lain.
  5. Para sahabat, teman-teman di manapun kalian berada.
  6. Alumni Stikes St. Elisabeth Semarang & Alumni Stikes Bethesda Yakkum Yogyakarta
  7. Siloam Kelapa Dua (KD), pusat rujukan Covid-19 di Tangerang, manajemen, para tim medis maupun non medis, khususnya Para dokter, perawat, volunteer yang bertugas di Lantai 5, Lantai 6, petugas kebersihan, Lab, Radiologi, FO, Sekurity. Plus para survivor medis maupun non medis yg dirawat bersama-sama di KD.
  8. Para simpatisan/pemerhati para tenaga medis maupun non medis yang terpapar di KD.
  9. Pemerintah RI , Kementerian Kesehatan, Keamanan, dan siapa saja yang mendukung dalam memutuskan rantai virus pandemi ini.

                                 
                                              (Foto 2 : Berpamitan dgn suami pra isolasi)


BAB 3

□ Februari 2020, protokol kerja saya di Out Patient Department (OPD), Skrining Pengunjung, Staf untuk Mengisi Formulir Kesehatan, termasuk keluhan, riwayat perjalanan. Memisahkan pengunjung/pasien yg beresiko infeksi maupun yang tidak. Alat Pelindung Diri (APD) kerja Level 1

□ 02/03, media mengumumkan Kasus 1 Covid 19, di Depok. 04/03, Pengunjung tidak jujur saat mengisi form kesehatan, bertemu saya di fase interaksi, assesment awal. Setelah di confirm ulang, riwayat tgl 02/03 tiba dari USA, dgn keluhan bapil, demam tinggi, sesak napas. Selain itu mungkin bisa juga terparar dari pengunjung lain yang datang di sarana pelayanan kesehatan bertemu dengan saya dengan riwayat paparan sebelumnya. 






                                        (Klik tanda play ➧ untuk memutar video diatas)

□ 11/03, media mengumumkan kasus covid meninggal di RI pertama kali. Saya mengalami suhu badan sumeng (suhu 37'5 -37'9), keletihan di semua sendi tubuh, kelelahan (fatique) selama 2 hari. Saya masih berfikir bahwa saya pasti hanya kelelahan, karena dua pekan terakhir Out Patient Departemen tempat saya bekerja mulai diserbu banyak pengunjung lebih banyak dari biasanya karena kepanikan dengan kehadiran virus yang ditemukan pertama di Wuhan itu sudah masuk ke Indonesia.

□ 13/03, Demam 38.7, batuk pilek ringan, indra pengecap bermasalah, sakit menelan, sakit kepala (chepalgia). Akhirnya saya berobat, setelah diperiksa dokter, dokter menanyakan riwayat perjalanan kemana saja selama 14 hari sebelum muncul gejala sakit? riwayat kontak dengan suspet 2019-nCoV maupun kasus terkonfirmasi 2019-nCoV? mengunjungi pasar hewan? Dari semua pertanyaan itu, saya menjawab kegiatan saya selama 14 hari sebelum muncul gejala sakit hanya aktifitas pulang pergi ke lokasi pekerjaan, selebihnya adalah kegiatan dirumah sebagai ibu rumah tangga dan tidak pergi keluar. Kegiatan belanja rumah saja dilakukan secara online (hehehe, maklum mama muda jaman now), kegiatan ibadahpun kebetulan di 2 pekan sebelumnya absen karena piket sunday clinic. Satu-satunya point lain yang bisa dijawab dari pertanyaan dokter adalah kontak langsung dengan penunjung yang saya ceritakan di pertemuan dinas dari awal bulan Maret.

□ Setelah selesai dilakukan assesmet awal oleh dokter, dokter membuka resep untuk mulai diminum yaitu Azytromicyn 500mg, Thiamcort 4mg, Summagesic 600mg, Pantoprazole 40mg, Acetylcystein 200mg. Ujian yang lain datang, ternyata saya memiliki alergi terhadap salah satu obat yang diberikan, akhirnya terjadilah reaksi anafilaksis (alergi obat/reaksi keracunan, reaksi yang ditimbulkan saat itu  chestpain dengan skala nyeri 9 dari nilai nyeri 1-10,  serta muncul urtikaria / keluar pulau - pulau di kulit yang panas, merah dan gatal). Saya panik, karena dirumah hanya berdua dengan baby, sedangkan suami sedang praktek jaga malam 24 jam di kantornya. Saat itu suami sedang bertugas sendiri, dan tidak mungkin meminta teman sejawatnya malam-malam menggantikan posisi prakteknya menggantikannya. Saya ambil jalan lain, nekat malam-malam melakukan konferensi telemedicine kepada atasan saya yang seorang dokter, meminta pertimbangan untuk antisipasi tindakan mandiri yang saya lakukan dirumah. Untungnya atasan saya merespon dengan cepat dan belum tidur, beliau memberikan saran untuk menghentikan konsumsi terapi yang diberikan sementara oleh dokter, menyarankan jika masih bisa diatasi rasa nyeri dadanya dan tahan dengan urtikarianya dipakai istirahat, tapi jika tidak tahan segera datang ke Emergency Depaertement atau IGD terdekat untuk penanganan cepat. Saat itu saya teringat memiliki persediaan obat anti-alergi (golongan obat antihistamin) di meja praktek suami dirumah, lalu saya bertanya apakah kondisi darurat saat ini boleh mengkonsumsinya dalam 1 dosis, atasan saya menyetujui. 1 jam kemudian, reaksi anafilaksis teratasi. Saya pun lega.

□ 16/03, Akhirnya saya kembali berobat, menghentikan obat yang mengundang alergi dan diresepkan obat baru. Dokter juga memberikan surat istirahat dan wajib melaksanakan karantina mandiri. Tingkat keamanan APD di lingkungan rumah sakit di Jakarta mulai diperketat termasuk tempat saya bekerja, APD mulai naik level menjadi APD level 2 dan level 3. Banyak masyarakat yang berbondong-bondong datang karena syndrom simtomatik, cemas dan panik dugaan tertular karena memiliki riwayat perjalanan dari luar negeri meskipun tidak memiliki gejala-gejala khas virusnya si koko rona ini. Cek darah: CBC (complete blood count), CRP (c-reaktif protein) hasil normal. 17/03, CT Scan Lung 1, dan Hasil nya ditemukan Ground-glass opacities (GGO) di kedua paru kesan Viral Pneumonia. 18/03 Dilakukan metode Swab Polymerase Chain Reaction (PCR) pemeriksaan ini menggunakan sampel usapan lendir dari hidung atau tenggorokan. Lokasi ini dipilih karena menjadi tempat virus bereplikasi. Tanggal 18/3 dilakukan Swab PCR 1, hasil keluar tgl 25/03 pagi-pagi sekali  dari manajemen kantor menelepon, hasilnya positif Covid-19. Ya Tuhan, ternyata begitu cepat replikasi virus ini.

                                     
                                           (Foto 3: Pamit dgn Yangti & Anak pra isolasi)

□ 25/03, Isolasi RS rujukan Covid Siloam Kelapa Dua. Cek Darah: Analisa Gas Darah (AGD) untuk memeriksa fungsi organ paru yang menjadi tempat sel darah merah mengalirkan oksigen dan karbon dioksida dari dan ke seluruh tubuh. Bayangin aja Cek AGD yang dilakukan pada pasien dengan kondisi sadar penuh, sakitnya kayak apa?
Sebenarnya saat tiba di Siloam Kelapa Dua,  sudah tidak ada keluhan, sama sekali tidak ada keluhan yang saya rasakan. Tetapi karena terkonfirmasi positif covid, dirumah memiliki keluarga yang memiliki kriteria resiko penularan, saya lebih aman berada ditempat ini. 

□ 26/03,  Swab PCR ke.2 (+), mulai terapi antibiotik, antivirus dan chloroquine selama 2 minggu. Dari semua terapi obat, menariknya adalah  Chloroquine ini sangat familiar dengan pengobatan pasien malaria. Sehari saya mendapatkan dosis 600 mg perhari (4tablet), obat ini termasuk jenis obat keras, dan memiliki efek samping yg membuat saya menderita selama mengkonsumsi obat ini selama 2 minggu antara lain mual, rasa ingin muntah, kepala serasa melayang, dan oleng. Selain masalah kesehatan saya mengalami mental drop, Isolasi ketat, serangan stigma negatif dan mendapat serangan dampak stigma sosial di lingkungan tempat tinggal. Sungguh, rasanya seperti mendapat hukuman alam yang mematikan.

 
 (Foto 4: Terapi farmakologi pengobatan)

□ Ritual Swab terus bejalan, Tanggal 29/03 PCR ke 3 hasilnya samar, antara positif dan negatif. Tanggal 04/04 dilakukan PCR ke 4 dan hasilnya positif. Tanggal 06/04 cek darah CBC dan CRP hasilnya normal. Tanggal 09/04 dilakukan ulang CT Scan Lung ke 2, hasil nya GGO masih ada, hari itu juga test PCR ke 5, hasilnya positif. Mental semakin terguncang, semakin stres membaca aktifitas Watshapp grup dan media berita covid. Mengalami harga diri rendah, jauh dari Tuhan, aktifitas senam di ruang perawatan mulai menjadi rutinitas pribadi dengan bermodal android dan aplikasi youtube. Video Call (VC) dengan keluarga dirumah hanya 1x sehari, agar tidak terbawa hati yang cemas dan mengganggu keseimbangan imunitas. Suatu hari, anak saya (2th) membuang muka saat VC dan menangis pertama kalinya karena rindu kepada maminya yang pamitnya kerja ga pulang-pulang. Hati saya kembali meleleh.

                                         
                                               (Foto 5: Olahraga virtual sesama survivor)

□ Tanggal 15/04 PCR ke 6 dan hasilnya positif, Tanggal 20/4 PCR ke 7 dan hasilnya masih positif, Tanggal 27/04 PCR ke 8 hasilnya positif. Keluhan???? Sama sekali tidak ada!!! Tapi saya ga boleh  nyerah,  Kegiatan yang saya lakukan diruang isolasi adalah cuci tangan terus tiap kegiatan sekecil apapun sebelum dan setelahnya, cuci hidung dengan Larutan Infus NaCl 0.9% 30 ml per lubang hidung 3x sehari, senam - senam kecil, nyanyi-nyanyi dengan aplikasi karaoke Smule, memaksakan diri bahagia dengan cara tersendiri nonton drakor yg lucu-lucu di aplikasi ViU, HOQQ dan Vidio.com. Kegiatan mandiri untuk melawan penyakit ini, saya biasakan minum air putih 30 ml/kgBB/hr, mulai haus konseling spiritual dengan perbanyak diskusi iman dengan pemuka agama (boleh sama aktifis spiritualitas), perbanyak waktu ibadah, menghindari nimbrung atau menutup WA Grup sementara, massage relaksasi dengan Kutus-Kutus Healing Oil, perawatan wajah dan rambut (masker wajah, scrup, masker rambut, dll), mewarnai buku gambar dengan pensil warna sambil mendengarkan Streaming Radio Favorit masing-masing  (kalo saya Delta FM) untuk mengurangi kejenuhan dan kegiatan monoton.

□Tanggal 28/4 CT Lung ke 3, Kesan gambaran paru GGO hilang. Tanggal 01/5 Rapid Test, ternyata hasilnya IgM & IgG reaktif. Saya mulai memperketat kebersihan hidung dan mulut. Semakin rajin kumur-kumur dan gurgle dengan Bethadine Kumur, Hisap-hisap dengan permen antiseptik strepsil, meditasi dengan latihan relaksasi nafas dalam,  sambil mendengarkan Afirmasi positif rekomendasi AiF-Training nya Bapak Andyiwan Iswanto, menciptakan suasana yang nyaman sambil mendengarkan Musik Taize, dan Relaxation, jika memungkinkan berjemur, melakukan aktivitas senam sore (Combat/Muaythai/poco-poco 30 menit) by Virtual. Yang ga kalah menarik yaitu pesan makanan minuman online yg membuat susasana hati jadi semangat (ijin dulu sama dokternya tapi, boleh ga hehehe)


                                             (Foto 6: Ruang perawatan saat masih +covid)

□ Tanggal 02/5 PCR ke 9 positif, Sebuah proses yg luar biasa panjang dan menguji kedewasaan pribadi saya  saat ini banyak yang mulai menguatkan dari sesama pasien (ada yang nakes maupun masyarakat umum yg dirawat juga di Kelapa Dua). Beryukur juga banyak komunitas rohani yang mengajak berdoa dan sharing rohani. Jika mengandalkan diri sendiri, Sudah ga tau ke mana arahnya, mungkin bisa berfikir ke arah tindakan negatif karena merasa tak sembuh-sembuh (tapi untung ga berfikir sampai disana). Sampai saya hampir ada niatan untuk menulis surat wasiat untuk keluarga jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.


                                          (Foto 7: Jadwal Swab oleh dr.Niken Sp.THT)

□ 08/5 PCR ke 10 negatif, mulai timbul perasaan OPTIMIS (ini yg keliru, karena berfikir bahwa sekali swab negatif, berikutnya akan negatif juga, dan syarat pulang harus double negatif berturut-turut).  Disitu sudah membayangkan beberapa hari lagi pulang dan bisa ketemu baby dirumah, suami dan orangtua.

□ 11/5 PCR ke 11, Positif. Hatiku hancur berkeping2, mental kembali down. Ditambah lagi Ditambah lagi, saat berada di isolasi itu, saya ngobrol sesama pasien, dia menceritakan bahwa selama dirawat disana hasil swab PCR nya membuat saya semakin pesimis untuk sembuh. Bagaimana tidak, 9x swab yg dialaminya hasilnya positif, positif, positif, positif, negatif, positif, positif, dan akhirnya baru negatif, negatif lalu pulang.
□ Kegiatan positif yang saya jalani membuahkan hasil,  karena pengaruh spiritual yang terbentuk, menggugah hati untuk tetap setia menantikan hasil yang terbaik. Menyesal tidak mendengarkan saran dari Pak Tung Desem Waringin waktu memberikan Dirrect Message ke saya, Optimis itu pasti. Ketika terjadi yang tidak diharapkan hasilnya KECEWA. Saran Pak Tung, harus jadi orang POSITIF, siap akan ketidakpastian, Menerima Keadaan dengan  Bersyukur dan tetap mau maju. Dan mulai saat itu juga, saya merubah semua pikiran saya ke arah positif. Imunitas humoral sangat berperan dalam proses penyembuhan. Jika kita sudah makan makanan sehat, minum air dg jumlah sesuai kebutuhan tubuh, vitamin dan obat teratur, kebiasaan hygine yg sehat, tapi faktor stres tidak dihindari, maka peningkatan imunitas tubuh gagal merespon. 

                                             (Foto 8: Kegiatan Spiritual sbg booster imun)


                                       
                                                 (Klik tanda play ➧ untuk memutar video)

□ Tanggal 16/5 PCR ke 12, Aku merasakan sudah biasa diambil sampel swab saking sudah terlalu banyak, sudah kebal merasakan sakitnya dikorek2 hidung hingga masuk ke tenggorokan dalam hitungan 5-8 detik, kadang tak jarang pasien yg memiliki mukosa hidung tipis sampai berdarah. Hasil swab ini tak segera keluar seoerti biasanya hingga sampai pada hari jadwal swab berikutnya baru diumumkan bahwa hasil nya negatif.

□ Kegiatan spiritual lebih ditingkatkan, karena saya seorang Katolik, saya mencoba lebih tekun dan setia dalam berdoa Rosario, Novena 3x Salam Maria, Novena Kepada Bunda Maria yang selalu menolong, Doa Jiwa Kristus bisa dibaca di Puji Syukur No 212.

□ Tiba saatnya tanggal 19/5, hingga saat itu, saya sama sekali tidak memikirkan hasil swab berikutnya akan kembali positif lagi atau double negatif. Saya serahkan semuanya kepada Tuhan, saya menerima apapun hasil yang terbaik bagi saya. Saya lebih menyibukkan diri dengan mengikuti seminar keperawatan nasional virtual. 

                                       
                                          (Foto 9: Keg.Virtual Satgas Covid-19 PPNI)

□ Tanggal 19/5 PCR ke 13, yang dirasakan hanya menanti mukjizat Tuhan. Bila Tuhan menghendaki, aku pasti sembuh. Orang tua, Suami, anak, Bapa Uskup, Para Romo Suster Bruder, Sahabat, Keluarga, teman profesi dan sejawat memberikan semangat moral kepada saya. Banyak juga dukungan kiriman makanan, barang, dan apapun yg disumbangkan oleh orang-orang baik yang tidak saya kenal berdatangan terus sebagai tanda kepedulian. Dengan kekuatan doa dan harapan merekalah yang membuat saya bertahan dan terhibur hingga saat terakhir swab ke 13.

 
(Foto 10: Pindah Kamar, saat Negatif 1x)

□ 20/5 Rontgen thorax PA hasil baik, Cek Darah CBC dan CRP hasil normal. 
Hari yang penuh kemuliaan Tuhan, hasil dari buah kesabaran, keihklasan saya menjalani isolasi RS selama kurang lebih 2 bulan. Syukur kepada Allah atas ujian yang boleh saya lewati dan selalu didampingi oleh Tuhan sehingga proses isolasi di RS berjalan dengan lancar. Mendapat kabar hasil swab ke 13 Negatif, jadi double negatif, dan hari itu saya bisa pulang kerumah, dan melanjutkan karantina mandiri dirumah 14 hari kedepan.


(Foto 11: Gembira, obat yang paling manjur)

(Klik tanda play ➧ untuk memutar video)

□ 21/5 Membuka lembaran hidup baru, Karantina mandiri, ruang terpisah dengan keluarga, rutin cuci kedua lubang hidung dengan air infus NaCl 0.9%  ( natrium klorida) sebanyak 30 cc tiap lubang hidung / bisa diganti dengan larutan air  bercampur garam garam 3x sehari, kumur2 dengan air garam juga,  hisap-hisap permen yang mengandung antiseptik seperti Strepsil dan Gurggle dengan Bethadine Kumur pagi dan sore sesuai saran cantik dari suami, dr. Naomi, dr.Markus, dr.Prisca dan beberapa dokter lainnya yang menjadi partner kerja di kantor. Kegiatan lain yaitu Jemur pagi hari 30 menit, olahraga 30 menit tiap hari, istirahat cukup. Melakukan aktifitas rumah dengan prinsip social distancing, pakai masker, cuci tangan berkala, minum multivitamin yang diberikan bekal dari perawatan seperti, multivitamin dan Zink (zegavit/ultravita). Dan saya menambah suplemen lain antaranya Stemcell Salmon dari Jepang yaitu AFC SOP 100+ (ada juga utsukushhii),  Vitamin D3 (saya pakai NOW D3 1000 iu), Vitamin C, K tambahan seperti CDR / Redoxon. Minum air putih minimal 30 ml/kgBB/hari, susu, buah. Menyediakan waktu banyak dan khusus untuk berdoa. Jangan lupa selalu bahagia, hati yang gembira adalah obat yang paling manjur.


  (Foto 12: Bertemu anak setelah lama LDR)


BAB 4

□ Saya tidak pernah menyesal dengan resiko yang saya alami sebagaimana saya seorang perawat (Ners), ini sebuah dedikasi saya sebagai tenaga ahli perawat, profesi yang sangat saya banggakan. Panggilan jiwa saya adalah melayani masyarakat. Saya senang menjadi perawat yang ikut menangani pasien, ketika pasien sembuh, itu suatu kebahagiaan. 

□ Saya ingin mengajak para pembaca sekalian,  bahwa covid 19 ini bisa menyerang siapa saja tanpa memandang siapa dia, tidak bisa dipastikan akan sembuh dalam 14 hari saja, karena ini adalah jenis virus baru, belum ditemukan obat yang paten dan masih dalam penelitian lanjut. Saya sendiri telah mengalami, tanpa memiliki penyakit penyerta, usia yang tergolong masih produktif, dan saya adalah seorang praktisi kesehatan yang aktif dibidangnya, menjalankan proses pemulihan di isolasi rujukan covid hampir 2 bulan. Please, corona ga sebecanda itu.

□ Saya ingin mengajak kita semua untuk ikut terlibat dalam mengurangi dampak meluasnya penularan virus Covid-19 ini. Tahan jalan-jalannya, tahan pulang kampung atau mudik dan kunjungan kerumah keluarga. Taati protokol pemerintah maupun pusat kesehatan yang ditunjuk secara resmi dalam menurunkan angka prnularan. Seharusya kita semua mengeri bahwa ini bukan permainan. Usaha para petugas medis sudah sangat berjuang disini, tak sedikit juga sebagian mereka tumbang dan mempertaruhkan hidup mereka hanya untuk menyelamatkan orang lain.

□ Sebenarnya ada cerita lain yang belum saya ceritakan disini, yaitu suami yang sempat skrining covid, dan melakukan Pindai CT Lung hingga Swab, dan karantina. Anak saya yang mendadak harus terpisah dengan kedua orang tua, dan terpaksa ditinggal berdua dengan Yangti nya yg sudah lansia dengan aktifitas terbatas. Adanya beberapa gosip tak benar yang menyebar disekitar lingkungan tempat tinggal yang membuat keluarga terisolasi, dan hal lain terkait pekerjaan ditengah pandemi dll. Tetapi semua cerita itu tidak akan saya ceritakan kembali, karena semakin mengingatkan saya kepada kepahitan hidup dan faktor tercepat yang dapat menghancurkan kekuatan imunitas humoral saya.


 (Foto 13: Kata Kunci Sehat jauh dari virus)


BAB 5

□ Yuk yang sehat, jaga kesehatan. Patuhi protokol yang sudah ditetapkan. Cuci tangan, banyak kuman tak terlihat yang jahat disekitarmu. Gunakan masker jika berinteraksi dengan orang lain. Kita ga akan tau bahwa kita ini ternyata carrier atau tidak. Maskermu melindungiku, maskerku pasti melindungimu. Jangan Ndablek !! Saya sudah cukup ambyarrr dengan mendengar bertambahnya jumlah terpapar akibat ketidak disiplinan. 

□ Buat yang sakit, ayo semangat, selalu berfikir Positif. Agar imunitas tubuh tetap stabil dan berkualitas, sehingga nantinya bisa meningkatkan gairah kesembuhan. Para tenaga medis adalah pertahanan terakhir, sedangkan garda terdepan adalah diri kalian sendiri. 

Yang sakit, jangan takut segera berobat. Jangan bohongi tenaga medis saat mereka ingin membantu. Selebihnya, pasrahkan kepada Tuhan. Tuhan mempunyai rencana, dan rencana Tuhan selalu indah dan terbaik.


(Foto 14: Coretan saat dirawat, banyak arti)

□ Berdoa, kita ikhlaskan semua yang kita alami kepada Tuhan. Saya percaya, Tuhan akan selalu menjaga kita. Tahan mudik, pulang kerumah keluarga bisa berkali-kali, tapi jika sudah pulang kerumah Bapa di Sorga, hanya 1x, dan tidak akan bisa kembali.
Semoga kasih Tuhan menguatkan kehidupan kita semua, agar kita berbelas kasih pada sesama dan semesta. Amin


Teriring salam dan doa,
Seorang Nurse & Survivor Covid-19

Th. Eps, S.Kep.,Ns

0 komentar: